
THE IMPORTANCE OF A NATIONAL STRATEGIC FRAMEWORK FOR E-GOVERNMENT
E-Government
Sebelum mambahas tentang pentingnya kerangka kerja strategi nasional untuk E-Government marilah terlebih dahulu membahas apa itu e-government. Menurut World Bank atau Bank Dunia, “E-government berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi (seperti wide area network, internet dan komunikasi bergerak) oleh lembaga pemerintah yang mempunyai kemampuan untuk mentransformasikan hubungan Pemerintah dengan warganya, pelaku dunia usaha (bisnis), dan lembaga pemerintah lainya. Teknologi ini dapat mempunyai tujuan yang beragam, antara lain: pemberian layanan pemerintah yang lebih baik kepada warganya, peningkatran interaksi dengan dunia usaha dan industri, pemberdayaan masyarakat melalui akses informasi, atau manajemen pemerintahan yang lebih efisien. Hasil yang diharapkan dapat berupa pengurangan korupsi, peningkatan trasparansi, peningkatan kenyamanan, pertambahan pendapatan dan atau pengurangan biaya” (Achmad Djunaedi dalam Juanidi, 2005:57). Pada intinya e-government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain.
Pentingnya Kerangka Kerja Strategi Nasional Untuk E-Government
Pelaksanaan e-government memerlukan kepemimpinan yang kuat dan visi. Ia juga memerlukan strategi yang komprehensif yang tidak hanya pada benchmarking praktek-praktek terbaik global, tetapi juga peka terhadap kondisi ekonomi dan politik atau realitas (Pascual, 2003:21). Yang dimaksud dengan benchmarking (dalam Saragih, 2006:526) adalah suatu proses yang berkelanjutan, yaitu suatu proses yang tiada hentinya. Jadi yang dimaksud dengan benchmarking disini adalah praktek-praktek dari e-government yang sudah mengalami inovasi sesuai dengan kebutuhan.
Untuk menjadikan e-government menjadi kenyataan, pemerintah, dalam konsultasi dengan pemangku kepentingan (stakeholders), disarankan untuk mengembangkan Kerangka Kerja Strategis Nasional, yang diungkapkan nyata visi pemerintah, sasaran dan tonggak, teknis pendekatan dan standar untuk sistem e-goverment. Kerangka seperti itu harus memberikan informasi privasi, keamanan, pemeliharaan, dan standar keseluruhan. Namun, hal ini harus dikatakan pada permulaan bahwa kerangka kerja nasional bukan merupakan prasyarat untuk proyek e-government. Untuk meletakkan ini lebih tepat, kritik proyek e-government pada departemen/lembaga atau tingkat pemerintah daerah tidak boleh bertahan semata-mata untuk kurangnya kerangka kerja strategi nasional. Terlalu banyak pemerintahan menghabiskan bertahun-tahun dan sumber daya berharga pada proses pengembangan strategi nasional, ketika mereka dapat bergerak maju pada beberapa proyek penting. Apa pemerintah harus menyadari bahwa kerangka kerja strategis nasional merupakan proses dan tidak dokumen yang statis (Pascual, 2003:21). Jadi di sini yang dimaksudkan adalah bahwa untuk mewujudkan e-government memang harus dibutuhkan suatu kerangka kerja strategis nasional yang jelas tetapi meskipun tanpa adanya kerangka kerja ini e-government pun dapat dilakukan dan setiap pemerintah jangan hanya terpaku hanya pada kerangka kerja saja karena setiap pemerintah harus menyadari bahwa kerangka kerja strategis nasional akan terus berproses dan mengalami pengembangan, sehingga pemerintah jangan terlalu banyak menghabiskan waktu dan biaya dalan rangka proses pengembangan strategi nasional ini.
Di Indonesia sendiri, inisiatif untuk mengembangkan e-government telah dimulai sejak tahun 2001, yaitu dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 6/2001 tanggal 24 April 2001 tentang Kerangka Kebijakan Pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia, yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses demokrasi. Administrasi publik merupakan salah satu area di mana pemanfaatan teknologi informasi dapat digunakan untuk menyediakan akses bagi masyarakat terhadap pelayanan dasar dan mensimplifikasi hubungan antara masyarakat. Kemudian melalui Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tanggal 3 Juni 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government, pemerintah menginstruksikan kepada seluruh instansi pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk mengimplementasikan e-government dalam upaya memfasilitasi kegiatan masyarakat dan kalangan bisnis untuk mewujudkan perekonomian berbasis pengetahuan (knowledge-based economy). Melalui pengembangan e-government dapat dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan megoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi komunikasi. E-government merupakan suatu konsep penyelenggaraan pemerintahan yang menitikberatkan pada kepentingan masyarakat luas, dengan pemanfaatan teknologi telematika, khususnya internet. Masyarakat luas bisa memonitor dan memberikan masukan secara real-time, tentang apa yang sedang dan akan dilakukan oleh pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, serta dapat berpartisipasi aktif memberikan masukan serta kritik dan saran yang akan langsung diterima oleh pemerintah. Berbagai potensi layanan dan strategi implementasi e-government dapat diaplikasikan guna mendukung otonomi daerah, sehingga pelayanan lebih efektif, efisien dan transparan (Wahyuni dan Endarwanto, 2008:62-63).
• Terdapat dua pendekatan untuk e-government
1. Pendekatan Top-down
Yaitu ditandai dengan tingginya tingkat kontrol oleh pemerintah pusat, maka biasanya termasuk pengembangan strategi. Contohnya Singapura dan China.
2. Pendekatan Bottom-up
Yaitu masing-masing departemen dan pemerintah daerah secara independen maju
dengan proyek-proyek mereka sendiri, standar umum yang fleksibel, dan keseluruhan strategi nasional tidak begitu penting. Sebagai contoh, Amerika Serikat dan Filipina yang lebih dekat dengan pendekatan bottom-up.
Ada kelebihan dan kekurangan setiap metode. Dengan pendekatan top-down memfasilitasi integrasi. Namun, strategi pembangunan nasional, pendekatan yang menekankan, sering menghabiskan waktu dan keputusan teknologi yang cenderung miskin (dan karena itu, mahal dan sulit untuk mundur). Pendekatan bottom-up adalah kurang tertib dan cenderung beberapa kelebihan, tetapi juga memberi inspirasi inovasi, sehingga menghasilkan banyak proyek-proyek akar rumput. Pada akhirnya, pendekatan yang terbaik untuk e-pemerintah tergantung pada masing-masing negara, bagaimana dengan sistem politik, dan pada tingkat kompetensi dalam teknologi masing-masing unit pemerintah. Selain itu, kesadaran dan dukungan publik untuk e-goverment sangat penting untuk keberhasilan dan keberlanjutan. Maka perlu untuk stakeholder berkonsultasi dalam proses. Stakeholders termasuk masyarakat, LSM, bisnis, dan berbagai industri khusus
sektor, dan birokrasi. Adalah juga penting untuk memahami tren global untuk belajar praktik terbaik global proyek-proyek e-goverment dan strategi-strateginya. Hanya belajar dari negara-negara lain’ keberhasilan dan kegagalan adalah sebuah negara dapat secara efektif dan desain e-government strategi dan menghindari perangkap biaya waktu, uang dan sumber daya. Mempelajari pengalaman negara lain yang akan memungkinkan pemerintah akan memulai mengembangkan strategi e-goverment untuk menentukan prioritas mereka berdasarkan konteks budaya spesifik mereka (Pascual, 2003:22).
Di Indonesia sendiri dalam pelaksanaannya menggunakan pendekatan yang bottom-up, seiring dengan adanya otonomi daerah dan dengan adanya Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tanggal 3 Juni 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government. Walaupun demikian, jauh sebelum adanya Inpres No.3/2003 lahir, beberapa pemerintah daerah sudah terlebih dahulu menggagas serta menerapkan sistem pelayanan publik berbasis elektronik atau e-government dalam skala terbatas. Pemerintah Kabupaten Takalar di Propinsi Sulawesi Selatan tampil sebagai daerah pelopor pertama penerapan teknologi informasi atau e-government di tingkat pemerintah daerah. Kabupaten Takalar mulai menerapkan Teknologi Informasi melelui sebuah bentuk sistem dinamakan Sistem Pelayanan Satu Atap atau disingkat SIMTAP sejak tahun 2000 (Ibrahim Syah, 2003). Kemudian pada tahun-tahun berikutnya, sejumlah daerah yang memiliki APBD berlimpah membangun infrastruktur e-government secara lengkap, seperti Kabupaten Kutai Kertanegara. Kabupaten di Propinsi Kalimantan Timur ini mengeluarkan dana milyaran rupiah untuk membangun Sistem Pelayanan Satu Atap (SIMTAP). Begitu juga dengan Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur, Kota Bogor di Jawa Barat, Kota Tarakan di Sulawesi, Kota Denpasar di Bali, Kota Yogyakarta di DIY Yogyakarta dan lain-lainnya. Sementara itu, pulau Sumatera tengah mencanangkan Sumatera Online untuk mengintegrasikan Sembilan propinsi dalam satu atap. Meski sebagian instansi pemerintah dan daerah tengah memacu diri menerapkan e-government, bukan berarti semuanya melakukan hal yang demikian. Ada banyak instansi atau daerah lain yang belum terjamah e-government. Gebyar e-government di Kawasan Indonesia Timur seperti NTB, NTT dan Papua belum marak. Malah ada juga daerah yang belum memiliki website (Junaidi, 2005:62-63).
• Cara yang tepat membangun infrastruktur e-goverment
Government Information Infrastructure (GII), yang merupakan jaringan yang menghubungkan semua instansi pemerintah, diperlukan untuk memastikan bahwa warga negara yang menikmati manfaat penuh e-goverment. Membangun GII adalah perbuatan yang sangat mahal yang memerlukan lintas instansi, lintas perencanaan pemerintah. Berikut ini harus dipertimbangkan bila bangunan seperti tulang punggung (backbone) pemerintah:
Implikasi biaya. Sebuah studi kelayakan keuangan yang diperlukan untuk menjadi berusaha. Analisis biaya-manfaat dapat membantu pemerintah baik memutuskan untuk membuka bagian dari tulang punggung pemerintah dan akses biaya ke operator telekomunikasi atau operator untuk mempertahankan operasi, atau untuk semuanya berjalan pada jaringan swasta yang sudah ada karena paksaan biaya.
Masalah infrastruktur. Termasuk di negera-negara yang ada infrastruktur,
sekarang tingkat penetrasi internet, kepadatan telepon, yang ada perubahan kecepatan teknologi, tunjangan untuk konvergensi, dan investasi di broadband.
Manfaat dan risiko. Memiliki backbone sendiri memastikan bahwa komunikasi pemerintah yang terbuka dan aman dan beroperasi 24 jam sehari, 7 hari seminggu dan 365 hari setahun. Namun, hal ini dapat berarti dana reguler untuk upgrade
dan pemeliharaan jaringan, dan untuk menyewa sebuah tim untuk mendukung jaringan penuh waktu.
Beberapa pemerintah dapat memutuskan bahwa mereka memiliki tulang punggung bangunan terlalu mahal dan terlalu membutuhkan waktu. Tulang punggung pembangunan dapat berlangsung bererapa tahun dan milyaran dolar untuk melengkapinya, dan jika pemerintah ingin segera terlibat dalam e-government, ada mungkin tidak cukup waktu atau uang untuk melakukannya. Alternatifnya adalah untuk bergerak dalam keberadaan tulang punggung telekomunikasi swasta, biasanya yang dijalankan oleh operator telekomunikasi yang besar. Ini berarti bahwa pemerintah akan entrusting keamanan jaringan ke operator, yang juga akan mengambil biaya pemeliharaan jaringan biasa dan dukungan teknis dan risiko kemungkinan sabotase jaringan. Dalam rangka meminimalkan risiko ancaman keamanan, pemerintah yang akan memakai tulang punggung swasta perlu mengatur jenis berikut keamanan: firewall, deteksi intrusi software, enkripsi, dan keamanan jaringan (seperti Virtual Private Networks, Wide Area Networks atau Local Area Networks) untuk instansi pemerintah yang membutuhkan tingkat keamanan tinggi, seperti angkatan bersenjata (Pascual, 2003:22-23).
Memang jika pemerintah tidak ingin bekerja sama dengan swasta jika akan membangun infrastruktur untuk pengembangan e-government maka akan membutuhkan biaya yang sangat banyak. Dengan melihat untung ruginya jika bekerja sama dengan pihak swasta dalam pengembangan infrastruktur e-government, maka jika pemerintah harus berhati-hati agar keamanan untuk data-data terjamin. Mungkin lebih aman jika bekerjasama dengan pihak swasta hanya pada hal-hal yang tidak berkaitan dengan keamanan negara, mungkin dengan bekerja sama dalam mengembangan hardware. Kasus yang dapat dipakai sebagai contoh adalah pengembangan infrastuktur implementasi salah satu bidang unggulan e-government di Yogyakarta yang sepenuhnya masih dibiayai oleh pemerintah melalui APBD dan APBN, meskipun belum bekerjasama dengan pihak swasta tetapi pemerintah Provinsi DIY sedang membuat aturan tentang sponshorship.
Pengembangan infrastruktur untuk mendukung implementasi e-government di Yogyakarta pada bidang pendidikan dilakukan dengan membangun pusat data (data center), pengadaan dan pengembangan software aplikasi pembelajaran, serta pengadaan laboratorium komputer bagi sekolah SD dan SMP yang belum memiliki laboratorium komputer. Badan Informasi Daerah (BID) sebagai lembaga yang mengelola IT di lingkungan pemerintah DIY bertugas untuk menyediakan dan membangun pusat data, walaupun anggaran yang digunakan untuk membangun pusat data tersebut berasal dari Dinas Pendidikan. Pusat data ditempatkan secara terpusat di BID karena sesuai dengan prinsip dan pengembangan layanan IT yang selalu mengupayakan integrasi system dan data, serta sesuai dengan prinsip infrastruktur yag dikelola secara terpusat dan semaksimal mungkin digunakan bersama. Selain aspek IT literacy yang harus dimiliki oleh para guru dan siswa, keseterdiaan alat akses yang dimiliki siswa juga menjadi salah satu aspek penting yang harus dipenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan akan media akses bagi para siswa maka dibutuhkan alat berupa computer yang terhubung dengan jaringan internet. Tidak dapat dipungkiri bahwa alokasi anggaran untuk membiayai program Digital Government Services (DGS) pada bidang pendidikan kurang memadai dibandingkan dengan besarnya kebutuhan yang harus dipenuhi, terutama untuk pengadaan infrastruktur hardware. Untuk memenuhi kebutuhan laboratorium sekolah, Gubernur DIY telah mengajukan proposal kepada Depkominfo dan mendapat respon positif sertadukungan penuh dari Depkominfo melalui Program Satu Sekolah Satu Komputer atau OSOSL+ (One School One Computer+) yang rencananya direalisasikan pada tahun 2008, dengan memberikan bantuan berupa laboratorium komputer kepada 500 (lima ratus) sekolah SD dan SMP di seluruh DIY. Program ini merupakan sebagian upaya untuk megurangi kondisi kesenjangan digital di provinsi DIY.
Selain kegiatan-kegiatan yang telah disebutkan di atas, dalam rangka pembangunan infrastruktur telekomunikasi, Pemerintah Provinsi DIY sejak tahun 2003 juga telah merencanakan untuk membangun jaringan telepon nirkabel untuk di wilayah DIY dan sekitarnya, terutama untuk daerah-daerah pelosok yang belum dijangkau oleh jaringan kabel, dengan system CDMA (Code Division Multiple Access). Pemerintah Provinsi DIY juga menyelenggarakan program komputer murah melalui berbagai pameran. Melalui program komputer murah ini, komputer akan menjadi lebih memasyarakat dan hal tersebut dapat mengurangi kesenjangan digital di dalam masyarakat. Selain program komputer murah, ada juga program laptop murah yang khusus dibuat untuk mendukung kegiatan belajar mengajar. Laptop ini juga dilengkapi dengan kartu koneksi nirkabel untuk terhubung ke jaringan internet (Wahyuni dan Endarwanto, 2008:73-74).
• Arsitektur perangkat lunak dan mengapa penting dalam pembangunan e-goverment?
Software arsitektur merujuk pada struktur organisasi tingkat tinggi sistem perangkat lunak. direncanakan dengan baik, aman dan platform e-pemerintah yang fleksibel yang diperlukan bagi pemerintah untuk memenuhi meningkatnya permintaan untuk layanan yang diberikan melalui internet dan saluran-saluran penyerahan masa depan. Bangunan umum arsitektur e-government memerlukan keamanan dan sistem operational dalam terpercaya yang mengadopsi sistem internet yang ada dan World Wide Web standar untuk semua instansi pemerintah, di semua tingkatan. Hal ini sebuah pendekatan pragmatis yang akan mengurangi biaya dan risiko sistem operasi informasi teknologi sekaligus menjaga sektor publik pada langkah dengan revolusi internet global. Ide dari sebuah sistem interoperable dengan satu pemerintah berarti dalam satu lembaga yang dapat dengan mudah "berbicara dengan satu sama lain"-apakah dengan mengirim email atau bertukar informasi tanpa ada masalah teknis yang menghambat kelancaran operasi pemerintahan (Pascual, 2003:23-24). Dalam membangun arsitektur perangkat lunak dalam implementasi e-government harus sangat memperhatikan faktor keamanan karena jangan sampai data-data penting dan rahasia negara bocor dan disalah gunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
• Resiko dan manfaat memiliki kerangka kerja "open source" untuk e-government?
Perangkat lunak "Open source", seperti sistem operasi Linux, biasanya dikembangkan oleh pemprogram mendistribusikan modifikasi kode sumber secara bebas melalui Internet. Software open source adalah perangkat lunak yang dikembangkan secara bersama-sama menggunakan kode program (source code) yang tersedia secara bebas serta dapat didistribusikan kepada siapapun secara bebas pula. Software tersebut yang saat ini umum digunakan terutama untuk server suatu jaringan dimana Software tersebut selain mudah diinstalasi pada server juga mudah dikembangkan karena ada source programnya yang bersifat terbuka dan mudah didapat dipasaran. Bidang Pengembangan Informasi (Bangfogan) telah lama menggunakan software ini dan mengembangkannya untuk pengelolaan jaringan yaitu dengan menggunakan software open source berbasis Linux seperti FreeBSD untuk kelas server diantaranya untuk web server, mail server, DNS server. Namun ternyata saat ini tidak hanya kelas server saja yang mempunyai software open source, untuk desktop dan laptop kini telah tersedia software open source yang berbasis Linux seperti Redhat, Mandrage, SUSE, dll (dalam Hendy Gunawan hal 3-4, www.pussisfogan.lapan.go.id. Diakses tanggal 15 Agustus 2009).
Dua karakteristik penting menetapkan perangkat lunak open source:
Satu, pengguna diberikan akses ke kode sumber, yang memungkinkan mereka untuk mengubah, belajar atau menambah kegunaan perangkat lunak.
Kedua, ada perjanjian lisensi memungkinkan distribusi awal kembali dari perangkat lunak dan perangkat lunak dalam bentuk yang dimodifikasi. Jika pengguna melakukan perubahan pada perangkat lunak, mereka dapat mengajukan ini kepada masyarakat pengembang untuk dapat dimasukkan ke dalam versi masa depan. Untuk diskusi masa depan yang lebih komprehensif dari "kerangka kerja open source", merujuk pada yang utama, Nets, Webs dan informasi infrastuktur.
Open source software memiliki beberapa keunggulan untuk sistem e-government:
1. Kemampuan perangkat lunak open source yang sebanding, dan dalam beberapa kasus unggul, mereka lebih mahal bagian kontra komersial. Dikurangi lisensi biaya rendah dan biaya hardware membuat perangkat lunak open source sangat menarik sebagai perbandingan.
2. Solusi open source memastikan interoperabilitas dan akses ke semua pengguna, meskipun mereka menggunakan platform wajarnya atau perangkat lunak open source, memungkinkan untuk kelancaran integrasi antar departemen. Memang, hak milik perangkat lunak ingin menarik dan mempertahankan pelanggan akan mendukung integrasi dengan produk luar dan mendukung standar global.
3. Benar dikonfigurasi adalah perangkat lunak open source yang aman sebagai sistem hak milik. Bahkan, beberapa pengguna menyatakan bahwa sistem yang dibangun pada perangkat lunak yang berasal dari sebuah satu vendor yang lebih rentan terhadap serangan dari sistem integrasi perangkat lunak dari sumber yang berbeda, seperti Linux. Banyak atribut ini dengan fakta bahwa buka sumber perangkat lunak merupakan karya pemrogram di seluruh dunia, baik secara sukarela dan dibayar, yang bekerja sama melalui Internet, kontribusi kerja perangkat lunak yang kode ditinjau oleh rekan-rekan mereka. Keragaman ini membuat sebagian besar tahan virus dalam kontras dengan close source software.
Berbeda dengan perangkat lunak sumber tertutup. Keterbukaan juga menjamin bahwa open source software telah sepenuhnya terjamin untuk kerentanan pengamanan. Pindah ke perangkat lunak open source dapat menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk memperciut pada pembajakan. Menurut sebagian besar diakui lisensi perangkat lunak open source, itu adalah hal yang dapat diterima untuk membeli satu salinan perangkat lunak dan menginstalnya pada sejumlah mesin, atau download secara gratis di bagian Internet.
Namun, ada juga risiko dalam penggunaan perangkat lunak open source.
1. Bahwa preferensi untuk perangkat lunak open source dapat menyebabkan instalasi produk tidak cocok untuk kebutuhan pengguna. Biaya tidak memenuhi kebutuhan penting untuk e-government dan aplikasi lain yang dapat lebih besar dari yang menyimpan sebenarnya dari menggunakan open source.
2. Ketika faktor pemerintah dalam biaya mencari dukungan teknisi dan mengembangkan fungsi tambahan aplikasi software, open source sebenarnya mungkin biaya lebih dari hak milik software.
Resiko lain-lain yang terkait dengan penggunaan perangkat lunak open source yang prihatin dengan hak cipta dan paten, tanggung jawab, kualitas dan keamanan (Pascual, 2003:24-25). Di Indonesia sendiri pemerintah menerapkan kebijakan tentang penggunaan open source yaitu dengan diluncurkannya program Indonesia Goes Open Source (IGOS). IGOS merupakan suatu upaya nasional dalam rangka memperkuat sistem teknologi informasi nasional serta pemanfaatan perkembangan teknologi informasi global melalui pengembangan dan pemanfaatan Open Source Software (OSS) yang dideklarasikan pada tanggal 30 Juni 2004. Penggunaan dan pengembangan Open Source Software yang ditandatangani oleh: Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Kehakiman dan HAM, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Menteri Pendidikan Nasional (Hendy Gunawan, hal. 5. www.pussisfogan.lapan.go.id. Diakses tanggal 15 Agustus 2009). Kebijakan program Indonesia Goes Open Source (IGOS) bertujuan meningkatkan akselerasi pendayagunaan Open Source Software (OSS) dan memperkuat upaya infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Untuk itu komunitas TIK khususnya pengguna dan pengembang OSS beserta, pemerintah, kaum profesional dan pelaku bisnis mendirikan pusat kegiatan yang berhubungan dengan OSS di kota Bandung dengan nama: IGOS Center Bandung. Dengan Visi: Menjadi penyedia secara “One Stop Service” untuk produk dan jasa yang berbasis teknologi "Open Source Software" (OSS). Dengan target untuk perbaikan daya saing bangsa secara Sistemik dengan memanfaatkan pendekatan Open Innovation (OI) ( http://e-pemerintah.com/, Diakses tanggal 15 Agustus 2009). Tujuan dengan adanya IGOS adalah :
1. Memperkecil kesenjangan teknologi informasi dengan memanfaatkan OSS baik tingkatan masyarakat di Indonesia maupun tingkatan global.
2. Meningkatkan inovasi/kreatifitas pengembang perangkat lunak nasional.
3. Mendorong, meningkatkan dan menciptakan program-program pemerintah bidang teknologi informasi skala nasional yang berdampak pada :
- politis (percepatan program e-government);
- ekonomi (penghematan devisa dalam pengadaan lisensi, stimulasi pengembangan industri Teknologi Informasi, peningkatan industri software dalam negeri);
- sosial dan budaya (peningkatan jumlah pengguna komputer, pelatihan, akses informasi);
- pendidikan (iptek; e-learning; e-library);
- hankamnas (pertukaran informasi/traffcking lebih terlindungi).
Manfaat IGOS bagi pengguna adalah:
- Memberikan alternatif pilihan perangkat lunak desktop maupun laptop yang legal, murah dan mudah didapat.
- meningkatkan pengetahuan tentang teknologi informasi dan meningkatkan akses informasi pengguna sehingga memperkecil kesenjangan teknologi informasi.
- Meningkatkan kreativitas dalam mengembangkan dan memanfaatkan informasi teknologi (kreativitas tidak dibatasi oleh software yang ada).
Namun demikian penerapan OSS melalui software IGOS tidaklah mudah dilaksanakan hal itu terjadi karena masih belum terbiasanya pengguna (end user) dalam penggunaan software tersebut dan masih adanya peripheral yang belum kompatibel saat ini dengan IGOS seperti : kamera, LCD, scanner, printer dll. Sehingga pengguna enggan untuk menggunakan software tersebut (Hendy Gunawan, hal. 5. www.pussisfogan.lapan.go.id. Diakses tanggal 15 Agustus 2009).
Untuk kasus penerapan Software open source dengan mengacu pada kebijakan IGOS, kita dapat memberikan contoh penerapan IGOS di LAPAN (Hendy Gunawan, hal. 6-9. www.pussisfogan.lapan.go.id. Diakses tanggal 15 Agustus 2009). Salah satu software open source yang telah dikembangkan secara spesifik yaitu IGORSOS (Indonesia Goes Open Remote Sensing Open Source) adalah komunitas pengguna dan pengembang software open source untuk Penginderaan Jauh Indonesia). Software open source tersebut dikembangkan khusus untuk kegiatan remote sensing (penginderaan jauh) dan dikembangkan oleh beberapa instansi (LAPAN, ITB, MAPIN, dll.). Dengan software tersebut kebutuhan software aplikasi yang spesifik dapat terpenuhi sehingga siapa saja pengguna dapat memintanya tanpa dipungut biaya serta dapat mengembangkannya kembali karena sifatnya yang ”open source”. Pengguna komputer di LAPAN Pusat yang sebagian besar masih menggunakan komputer rakitan memanfaatkannya untuk kegiatan administratif, namun saat ini masih ada yang menggunakan software yang belum berlisensi, hal itu disebabkan karena pada saat pembelian komputer jenis rakitan tersebut tidak disertai dengan software yang berlisensi, walaupun komputer rakitan menggunakan software lisensi pasti harganya lebih mahal dari pada yang tidak. Hanya sebagian kecil komputer telah menggunakan software secara legal yaitu software berbasis windows khususnya di bidang Bangfogan hal itu terjadi karena pada saat pembelian komputer selalu membeli komputer yang branded dimana sudah tersedia/include dengan software yang dibutuhkan. Keutungan pembelian komputer yang sifatnya branded selain sudah tersedia software yang berlisensi juga umumnya komputer tersebut handal tidak cepat rusak dan kompatibel baik dengan software aplikasi tertentu dan juga dengan hardware lainnya.
Untuk mengatasi penggunaan komputer rakitan yang masih menggunakan software ilegal dapat diganti dengan menginstalasi software open source tersebut, salah satunya dengan IGOS. Dengan demikian komputer yang ada di LAPAN Pusat dapat dijalankan dengan software yang bebas untuk digunakan. Fungsi software IGOS sama halnya seperti software windows dapat melakukan apa yang kita butuhkan terutama dalam penggunaannya untuk administratif (mengolah kata, kalkulasi dan presentasi).
Keunggulan software open source apabila diterapkan di LAPAN antara lain :
- perangkat lunak tersebut dapat didistribusikan secara bebas
- kode program perangkat lunak tersebut dapat didistribusikan dalam bentuk awal dan pekerjaan yang diturunkannya.
- Dapat dimodifikasi dan dikembangkan lebih lanjut secara bebas sesuai kebutuhan.
- Tidak ada perbedaan lisensi perorangan maupun kelompok (corporate).
- Tidak ada perbedaan peruntukan penggunaan
- Dapat berupa OSS pada Operating System (Linux) atau aplikasi lainnya
- Software open source tidak pernah terkena virus komputer walaupun tidak menggunakan anti virusnya.
- Data yang menggunakan software windows dengan mudah dapat dikenali dan dibaca oleh OSS IGOS
Namun demikian masih terdapatnya kelemahan penerapan dari software open source khususnya IGOS, antara lain :
- Masih banyak software aplikasi yang belum jalan/beroperasi pada software open source (IGOS). Karena pada umumnya software aplikasi yang tersedia di pasaran masih berbasis windows.
- Software open source lebih lama diinstalasi dan memerlukan banyak kebutuhan spesifikasi perangkat keras yang lebih tinggi (RAM, Harddisk, processor).
- Untuk membuka suatu aplikasi pada open source cukup lama dibandingkan software yang ada sekarang.
- Pengguna sudah terbiasa menggunakan software yang ada (windows) sehingga untuk berpindah ke system yang baru merasa enggan karena tidak terbiasa.
- Belum tersosialisasinya secara menyeluruh penggunaan software open source khususnya IGOS di LAPAN
Kelemahan-kelemahan yang ada pada software IGOS tersebut akan semakin diperkecil dengan terus mengupayakan kekurangannya oleh pengembang software tersebut dimana kini sudah tersedia software IGOS dengan versi yang terbaru. Walaupun masih adanya kekurangan-kekurangan dibandingkan dengan software windows namun IGOS mempunyai manfaat lain yaitu :
• Manfaat penggunaan IGOS bagi LAPAN yaitu :
- memperkecil biaya pembelian perangkat lunak khususnya untuk OS dan sistem aplikasi desktop dan sistem jaringan.
- Memberi peluang untuk pengembangan perangkat lunak dalam permasalahan spesifik
- Meningkatkan keterbukaan dan faktor keamanan sistem
- Memperkecil duplikasi pembuatan aplikasi/solusi sejenis
- Mengurangi ketergantungan terhadap suatu vendor tertentu
- Mengembangkan kemampuan sumber daya manusia di bidang teknologi informasi di LAPAN
- Kemudahan untuk berkonsultasi dengan pihak pengembang apabila ada sesuatu yang belum dapat berjalan/beroperasi atau sesuai yang belum diketahui.
Dilihat dari besarnya manfaat yang diperoleh apabila menggunakan software IGOS tersebut, maka LAPAN perlu melakukan strategi agar dapat segera diterapkan dan dimanfaatkan oleh pengguna. Strategi penerapan software open source tersebut adalah :
- sosialisasi Software Open Source di LAPAN yang dalam hal ini dapat diambil sebagai contoh untuk aplikasi perkantoran yaitu dengan menggunakan software IGOS.
- dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan dengan tetap pada orientasi pada pencapaian target.
- LAPAN Pusat melalui Bangfogan (Unit IT LAPAN) berperan sebagai suri-tauladan dalam penerapan OSS bagi Unit Kerja lainnya di lingkungan LAPAN sebagai pengguna OSS.
- melakukan demo dan training baik dalam penginstalasian maupun pengoperasian serta perawatan.
- pendekatan yang tidak berpihak (netral) : tidak ada pemihakan antara OSS dengan sistem perangkat lunak lainnya (windows).
Sumber:
Juanidi. 2005. E-Government Dalam Bingkai Reformasi Administrasi Publik Menuju Good Government. JKAP MAP UGM, Volume 9, Nomor 1 Mei 2005.
Pascual, Patricia J. 2003. E-Government. E ASEAN Taks Force. UNDP-APDIP.
Saragih, Ferdinand D. 2006. Menciptakan Pelayanan Publik Yang Prima Melalui Metode Benchmarking Praktis. Jurnal Bisnis & Birokrasi Fisip UI. No. 03/Vol. XIV/September/2006.
Wahyuni, Sri dan Endarwanto, Bagus. 2008. Implementasi Digital Government Service Pada Bidang Pendidikan di Pemerintah Provinsi DIY. JKAP MAP UGM Volume 12, Nomor 1 Mei 2008 hal 61-82.
Gunawan, Hendy.______. KEMUNGKINAN PENERAPAN SOFTWARE OPEN SOURCE (OSS) DI LAPAN. www.pussisfogan.lapan.go.id. Diakses tanggal 15 Agustus 2009.
http://e-pemerintah.com/, Diakses tanggal 15 Agustus 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar